WHS Corpora-Saya sangat sensitive dengan asap rokok. Saking sensitifnya, jika dalam sebuah lokasi ada perokok dan saya terjebak atau terpaksa ada di dalamnya secara reflek semua panca indera akan bersatu memprediksi kemana arah asap rokok mengalir.
Respon otak akan memandu saya menempatkan diri dengan mengambil posisi berseberangan dengan arah asap rokok. Jika tak ada posisi yang cocok, otak saya akan langsung memerintahkan kaki saya untuk bangkit dan menghindar dari lokasi tersebut. Semua serba otomatis dan canggih.
Konon khabarnya kakek saya dulu adalah perokok hebat.Kakek sudah meninggal dunia saat saya masih kelas 1 SD, tahun 1985. Seusia itu, saya belum pernah lihat atau tepatnya belum ingat kakek saya merokok. Namanya harum, sebagai sosok yang grapyak, royal, sangat akrab dengan lingkungan dan masyarakat.
Memang rokok punya sisi positif dampak social mengakrabkan masyarakat. Pernah lihat perokok menyendiri menikmati “kerokok-annya” seorang diri? Tidak pernah, tepatnya jarang terjadi. Perokok adalah orang yang ramah, dengan tingkat sosial bermasyarakat yang tinggi. Begitulah kira-kira gambaran kakek saya jaman dulu.
Bapak saya tidak pernah merokok. Setidaknya, seumur hidup hingga saat ini saya tak pernah lihat berinteraksi dengan rokok. Tapi hebatnya, tidak alergi dengan perokok. Setidaknya dalam posisi nya sebagai Ketau RT “Seumur Hidup” tentu interaksi dengan perokok tak bisa dihindarkan, dalam berbagai kondisi terutama terkait Ke-RT-an nya. Turun ke saya lebih ekstrim, alergi dengan rokok.
Saya pribadi masih meyakini, bahwa rokok berdampat tidak baik bagi kesehatan. Beda pendapat terkait hal ini bisa saja terjadi. Bagi saya, jika tak paham akan sebuah perkara, tanyakan saja kepada ahlinya. Ahlinya ya praktisi di bidang medis. Bisa tanya kemenkes, WHO atau yang lainnya. Berikut ini beberapa jawabannya:
https://www.kemkes.go.id/article/print/1528/lindungi-generasi-muda-dari-bahaya-merokok.html
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tobacco
Jadi, clear. Itu keyakinan saya berdasar kata ahlinya. Itulah mengapa saya sensitive dengan asap rokok.
Saya suka aktivitas cangkruk, ngopi dan sejenis nya. Salah satu kendala utama aktivitas tersebut adalah asap rokok. Pengalaman saya selama ini tidak pernah bisa kompromi untuk kondisi dan kendala yang saya alami tersebut. Akhirnya, dalam banyak sesi setiap ada tawaran atau rencana cangkruk dan ngopi, saya selalu Tanya, “Siapa pesertanya?” Disitulah saya akan putuskan apakah bisa gabung atau tidak.
Perokok merupakan pelanggan loyal. Mereka juga golongan masyarakat yang humanis, grapyak, suka bergaul dan membaur dalam masyarakat. Ada banyak sisi positif dari para perokok. Namun sayangnya, yang dikonsumsi adalah rokok, yang mengandung banyak bahan beracun dan mematikan.
http://p2ptm.kemkes.go.id/infografhic/kandungan-dalam-sebatang-rokok-bagian-2
Di dalam sebatang rokok terkandung lebih dari :
- 4000 Jenis Senyawa Kimia,
- 400 Zat Berbahaya,
- 43 Zat Penyebab Kanker ( Karsinogenik )
- KARBONMONOKSIDA ( CO )
Salah satu gas yang beracun menurunkan kadar oksigen dalam darah, sehingga dapat menurunkan konsentrasi dan timbulnya penyakit berbahaya
- TAR
Zat berbahaya penyebab kanker ( karsinogenik ) dan berbagai penyakit lainnya
- NIKOTIN
Zat berbahaya penyebab kecanduan ( adiksi )
Penerimaan Cukai Rokok 10% Pendapatan Negara
Penerimaan cukai rokok sendiri jika tercapai target bisa mencapai 173 T untuk tahun 2021, dan target naik menjadi 193 T di tahun 2022 ini.
https://www.republika.co.id/berita/r431dk457/sri-mulyani-target-penerimaan-cukai-rokok-rp-193-t
Penerimaan cukai 193 T itu setara dengan sekitar 10 % pendapatan negara. Mengingat rokok memberikan efek candu alias ketagihan, maka cukai berapapun cenderung akan di makan sama perokok aktif. Kalau Anda tinggal di desa, jamak terdengar kuli cangkul di sawah bakalan memilih mending gak makan daripada gak merokok.
Jadi solusinya bagaimana?
Cukai dikenakan untuk produk yang beresiko untuk masyarakat. Cukai rokok sesuai dengan undang-undang tentang cukai memiliki tujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok di dalam masyarakat. Indonesia adalah surga bagi perokok dan pelaku industri rokok. Lihat saja deretan orang terkaya di Indonesia.
Bisnisnya juga tak jauh-jauh dari rokok. Dan itu bertahan lama…Selama konsumsi rokok tetap besar akibat dari harga yang terjangkau. Apakah semua happy?
Mari kita lihat data berikut ini:
Biaya kesehatan akibat merokok yang ditanggung pemerintah bisa mencapai Rp 17,9 triliun hingga Rp 27,7 triliun per tahun. Dari total biaya tersebut, terdapat Rp 10,5 – Rp 15,6 triliun di antaranya yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan.
Artinya, 20 persen-30 persen dari subsidi PBI (penerima bantuan iuran) JKN sebesar Rp 48,8 triliun untuk membiayai perawatan akibat dampak rokok ini.
Tak hanya itu, konsumsi rokok juga menyebabkan biaya ekonomi dari kehilangan tahun produktif sangat tinggi. Mengutip hasil survei Balitbangkes 2017, biaya kehilangan tahun produktif yang timbul karena penyakit, disabilitas, dan kematian dini akibat merokok diperkirakan mencapai Rp 374 triliun di 2015.
Jadi solusinya bagaimana?
Naikkan cukai rokok yang bisa mengerek harga rokok pada level dimana orang berpenghasilan UMR ke bawah tak sanggup beli rokok. Jadi perokok nanti akan terseleksi orang yang mampu, dalam artian mampu memberikan kontribusi pemasukan dari cukai rokok agar tetap stabil walaupun perokok berkurang dari orang orang berpenghasilan sederhana yang tak sanggup beli rokok lagi.