Dalam setengah abad terakhir, studi tentang kepemimpinan polisi telah menjadi sangat penting karena pertumbuhan pesat dalam ukuran dan kompleksitas organisasi polisi membuat pemilihan dan pelatihan pemimpin polisi tradisional tidak memadai.
Sepanjang sejarah, para pemimpin institusi pelayanan publik seperti kepolisian telah menggambarkan kepemimpinan sebagai hasil dari berbagai faktor. Selain itu, tipe pemimpin tergantung pada bagaimana pemimpin dipilih.
Pemimpin dalam institusi Polri harus mampu menjadi penggerak para anggota, menjadi arah penjuru jika anggota kehilangan arah dan menjadi obat ketika kehilangan semangat. Dalam sejarah perjuangan bangsa, di bidang pendidikan kita mengenal semboyan dari Ki Hajar Dewantara: Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberi contoh dan teladan), Ing Madyo Mbangun Karso_ (di tengah-tengah membangkitkan semangat), Tut Wuri Handayani_ (di belakang memberi dorongan)
Seiring dengan perkembangan jaman, institusi Polri juga berbenah dalam pembinaan SDM nya, melalui pengangkaan Irjen Wahyu Widada untuk membidani bidang Asisten SDM Polri. Irjen Wahyu adalah lulusan terbaik Akpol Angkatan 1991 yang tentu memberikan keyakinan publik dan garansi, bahwa Jenderal peraih Adhi Makayasa 1991 ini akan mampu mencetak SDM Polri untuk jadi pimpinan yang unggul kedepannya.
Tiga jenis pemimpin dan proses mereka berasal sudah banyak dibahas mulai dari: kepemimpinan karismatik, demokratis maupun kepemimpinan terpilih. Karakteristik pemimpin polisi khususnya terbagi dalam dua kategori: kualitas moral yang memungkinkan mereka untuk membangun hubungan yang tepat dan iklim emosional dengan bawahan mereka, dan kualitas pemecahan masalah.
Selain itu, kepemimpinan polisi tidak dapat dipahami terlepas dari hubungan pemimpin-bawahan. Pemimpin polisi harus memahami pentingnya kelompok bagi anggotanya dan karakteristik kelompok polisi, seperti solidaritasnya yang besar.
Kepemimpinan polisi yang efektif akan membantu petugas mengidentifikasi diri dengan kelompok serta pemimpin, mendorong rasa memiliki yang mengarah pada kinerja polisi yang baik. Demikian pula, pemimpin polisi harus mewaspadai semua hak yang bisa saja mempengaruhi kelompok, seperti tujuan, norma informal, dan pola interaksi, serta faktor eksternal.
Gaya kepemimpinan polisi bisa otokratis atau demokratis; gaya otokratis menghasilkan lebih banyak permusuhan dan moral yang lebih rendah tetapi juga kualitas kerja yang lebih tinggi. Kepemimpinan otokratis paling baik dalam krisis, sedangkan gaya demokratis berguna dalam membimbing kelompok menuju komitmen terhadap misi mereka.
Gaya Kepemimpinan Polisi
Para pemimpin penegak hukum saat ini sedang menghadapi salah satu masa paling krusial dalam kepolisian. Pada skala gambaran besar, organisasi penegak hukum merasakan tekanan yang meningkat untuk mengevaluasi kembali praktik mereka sambil menyeimbangkan lanskap budaya, sosial, dan teknologi yang terus berubah seiring dengan perkembangan jaman.
Pada tingkat individu, petugas polisi yang baru lulus sendiri memasuki lapangan kerja baru dengan harapan baru tentang apa artinya menjadi seorang perwira dan bagaimana mereka ingin dipimpin kedepannya.
Hal ini yang membuat Irjen Wahyu Widada, Asisten SDM Polri, Peran Wahyu Widada membuat banyak gebrakan baru. Ambil contoh saja dalam membuat jargon Presisi ini dimulai setelah penunjukan Listyo Sigit Prabowo sebagai calon Kapolri, waktu itu Irjen Wahyu Widada memimpin rombongan menyerahkan makalah fit and proper test calon Kapolri yang berjudul “Transformasi Menuju Polri yang Presisi” ke Komisi III DPR RI.
Kepemimpinan Polisi Transaksional
Kepemimpinan transaksional sangat mirip dengan kepemimpinan otoritatif kecuali bahwa ia bergantung pada sistem berbasis penghargaan untuk memotivasi bawahan. Menurut sistem ini, penghargaan atau hukuman diberikan berdasarkan kinerja bawahan dan kepatuhan terhadap aturan.
Teorinya adalah bahwa anggota polisi akan menyesuaikan diri dengan aturan dan visi pemimpin – dipengaruhi oleh kedisiplinan dalam bekerja sesuai aturan yang berlaku.
Dalam program reformasi Polri, setidaknya ada tiga sasaran penting yaitu reformasi struktural, instrumental, dan reformasi kultural. Ketiga sasaran ini jadi tanggung jawab besar Asisten SDM Polri. Bagaimana peran ini bisa dilakukan?
Reformasi kultural, yang direformasi adalah manusianya dari yang kurang baik menjadi lebih baik. Kultur atau budaya berawal dari kebiasaan-kebiasaan yang mungkin mendapat penilaian negatif terhadap Polri selama ini dari masyarakat. Hal ini yang harus diubah, dan ini butuh waktu.
Gaya Kepemimpinan Polisi Konseptual
Kepemimpinan otoritatif benar-benar berdasarkan aturan dengan preferensi untuk ketertiban dan terkadang pendekatan seperti militer. Dalam organisasi seperti itu, pemimpin memberikan kendali penuh atas tim dan bawahan diharapkan hanya mengikuti dan mematuhi, tidak menawarkan umpan balik atau menyumbangkan ide.
Namun, ketika generasi penegak hukum berikutnya memasuki lingkungan kerja baru, gaya kepemimpinan yang keras kepala ini tidak seefektif generasi sebelumnya, dan banyak pemimpin kontemporer mencari cara lain untuk memimpin, menginspirasi, dan terlibat di dalamnya.
Kepemimpinan Transformasional Polisi
Kepemimpinan transformasional berfokus pada “pendekatan yang berpusat pada orang” yang bertujuan untuk menginspirasi, memberdayakan, dan memotivasi tim seseorang. Seorang pemimpin yang mengikuti pendekatan ini bekerja dengan bawahan untuk berkomitmen pada visi dan tujuan bersama bagi organisasi, mendorong inovasi dan kreativitas dalam mengejar tujuan tersebut.
Pemimpin transformasional bersifat inklusif, dengan mempertimbangkan kebutuhan, keterampilan, dan motivasi unik setiap individu. Mereka sering memiliki kebijakan “pintu terbuka” untuk memfasilitasi komunikasi yang lebih sering dan jujur.
Tidak ada sejumlah ciri khusus yang membantu membuat pemimpin polisi efektif dalam posisi mereka. Namun, ada beberapa karakteristik yang secara konsisten ditemukan pada pemimpin polisi yang sukses. Disinilah peran penting Irjen Wahyu Widada sebagai Asisten SDM Polri untuk mendidik dan melahirkan pemimpin baru di lingkup Polri yang mampu menjawab tantangan jaman.